Untuk terus menjaga kualitas pemberitaan, baik dari sisi gaya penulisan, tata bahasa(Grammar), dan isi berita, Wartawan yang bertugas mencari dan menulis berita dituntut untuk lebih berhati hati dalam penulisan berita. Inpormasi harus teruji kebenarannya agar memiliki pondasi berita yang kuat.
Jangan asal menulis dan mengirim berita, tetapi harus dikaji terlebih dahulu, apakah sebuah kasus ini layak harus dinaikkan? apakah merupakan jawaban bagi kepentingan umum? dan bagaimana yang akan terjadi jika berita sudah tersebar menjadi konsumsi publik, baik di media online mau pun di media cetak. Tentunya dengan upaya pemberitaan ada dampak dan perubahan kearah yang lebih baik, sesuai harapan.
Mengapa berita harus bagus dari segala sisi, karena Berita bagus pun yang sangat memperhatikan dalam susunan kata dengan akurasi yang tepat, bahkan yang menulisnya pun seorang Wartawan senior, masih ada pihak pihak yang tersinggung dan balik melakukan perlawanan, bahkan tidak jarang sampai melakukan tindak kekerasan terhadap Wartawan yang menulis berita. Banyak peristiwa tindak kekerasan yang sudah terjadi yang menimpa Wartawan di lapangan. Makanya Wartawan harus ekstra hati hati dan waspada.
Tapi ini merupakan bagian dari kiprah dalam perjuangan membela kebenaran dan keadilan. Tidak ada seorang pun pejuang yang luput dari resiko perjuangan, setiap perjuangan pasti memerlukan pengorbanan, kecuali kalau hanya ingin menjadi pembaca yang duduk di kursi empuk dengan segelas kopi dan sigaret kretek.
Terlepas dari apa pun, tulisan yang menjadi berita harus akurat, obyektif, adil dan berimbang. Tidak boleh berprasangka buruk dan menghakimi dengan pandangan subyektif. Apa pun yang ditulis harus asli apa adanya, tentunya dengan alat bukti yang kuat. Jangan beropini dan mengada ada. Wartawan harus bisa menghargai harkat martabat manusia, tidak boleh menghakimi dan beritikad buruk.
Wartawan bukan Polisi, bukan Jaksa, bukan Hakim, tetapi juru berita yang dituntut untuk mencari, menggali, dan memberikan inpormasi kepada publik. Wartawan dalam pemberitaan oharus tetap menggunakan asas praduga tak bersalah, meskipun orang itu melakukan kesalahan.
Budaya kita sangat religius, makanya Wartawan harus beradab dan beretika. Wartawan bukan preman tapi harus berani melebihi preman dalam memperjuangkan kebenaran. Berani karena benar takut karena salah, debgan tetap mengacu pada kode etik dan UU Pers no 40 tahun 1999.
Kita di Indonesia baru sebatas perang urat syaraf dalam mempertahankan argumentasi. Perang mencari sesuap nasi dan peluang dalam ekonomi yang mapan. Terus bergulat dalam kerangka meraih cita cita hidup yang adil, makmur, dan sejahtera. Tetapi tentunya dengan cara cara yang baik dan benar. Tidak menghalalkan segala cara.
Masalah somasi dan serangan kepada Wartawan masih terbilang kecil! Jangan takut dan minder. Jauh sekali jika dibandingkan dengan peristiwa yang tengah terjadi di Gaza, Palestina. Setiap waktu dentuman bom dan mesiu terus menggelegar, maut terus membuntuti tiada henti. Begitupula di Ukraina saling bunuh terus berkecamuk dalam peperangan yang terus meluas dan menyeret negara negara besar terlibat dalam perang dunia Ketiga.
Jangan takut!! Ayo terus berkarya dalam media. Jangan takut!! selagi kita berada dijalan yang benar. Ingat tiada perjuangan tanpa pengorbanan. Semoga kita sebagai Wartawan tetap Istikomah dijalan yang benar, demi menegakkan keadilan dan kebenaran, untuk kepentingan umum, terutama bagi rakyat kecil yang tertindas.***Dudi Daudi