TINDAK Tasikmalaya, Jawa Barat,- Dalam rangka mewujudkan profesionalisme wartawan, Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) mengharamkan dualisme keanggotaan bagi setiap pengurus dan anggota PWRI, apalagi menjadi pengurus organisasi pers lainnya. Hal ini ditegaskan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Chandra F. Simatupang kepada seluruh pengurus dan anggota nya, (Kamis, 07 Maret 2024).
Menurut Chandra, aturan tersebut tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) yang mengingatkan agar setiap pengurus dan anggota DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya agar tidak merangkap di dua organisasi Pers lainnya.
“Setiap pengurus dan anggota DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya dilarang keras merangkap atau duduk di dua organisasi Pers lainnya. Dan ini adalah salah satu cara yang dilakukan Organisasi PWRI dalam membina wartawan dalam mewujudkan profesionalisme seorang wartawan, jika ada pengurus dan anggota yang terbukti duduk di dua organisasi Pers lainnya, maka hal tersebut sama hal nya melanggar ketentuan yang berlaku dan akan diberikan sanksi tegas sesuai dengan AD/ART Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) yang berlaku. Jika ada pengurus dan anggota PWRI Kabupaten Tasikmalaya yang kedapatan menjadi anggota atau pengurus organisasi wartawan lainya. Karena konsekuensi logis dari organisasi PWRI adalah mengundurkan diri baik keanggotaan maupun kepengurusan PWRI Kabupaten Tasikmalaya seperti yang diatur dalam AD/ART PWRI, kalau tidak mengundurkan diri, PWRI sudah pasti akan memberhentikan yang bersangkutan“, tegasnya.
Selain hal tersebut diatas, Chandra pun mengingatkan setiap wartawan harus dan wajib bernaung atau bergabung kedalam organisasi Pers yaitu sesuai dalam aturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 7 ayat 1 yang berbunyi ; Wartawan Wajib bergabung dan bebas memilih organisasi wartawan, dimana telah diatur dalam UUD, Chandra pun menegaskan meminta para wartawan yang bekerja dalam dunia jurnalistik agar segera masuk dalam organisasi profesi yang diakui Dewan Pers, sebab bila masih ada wartawan yang tidak masuk dalam organisasi Pers maka suatu saat akan menyusahkan dirinya sendiri dan ketika ada permasalah di lapangan maka akan sulit untuk dibela di saat ada masalah yang dihadapi apalagi bagi perusahan media yang belum terverifikasi di Dewan Pers tidak bisa mendapatkan perlindungan sesuai dengan undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999.
“Kenapa wartawan wajib bernaung atau bergabung kedalam organisasi pers di Indonesia, hal itu dikarenakan dalam aturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 7 ayat 1 yang berbunyi ; Wartawan wajib bergabung dan bebas memilih organisasi wartawan, dimana telah diatur dalam UUD. Setidaknya, organisasi yang diakui Dewan Pers akan memberikan bantuan advokasi dalam permasalahan hukum yang suatu saat dialami wartawan, yang pasti bahwa, selagi melakukan kegiatan jurnalistik, wartawan bisa saja akan terjerumus pada permasalahan hukum, sehingga bila yang bersangkutan tidak masuk dalam organisasi wartawan yang diakui baik itu PWRI ataupun lainnya maka akan sulit untuk dibela di saat ada masalah yang dihadapi di lapangan, terlebih untuk media yang belum terverifikasi di Dewan Pers, maka tidak akan mendapat perlindungan hukum dari Dewan Pers sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers“, tegasnya.
Chandra pun mengatakan, organisasi PWRI adalah salah satu organisasi profesi bagi para wartawan di Indonesia yang didirikan sejak tanggal 13 Mei 2013 dan dideklarasikan pada tanggal 1 Oktober 2014 bertepatan dengan peringatan hari kesaktian hari pancasila oleh Suriyanto, SH., MH., selaku Ketua Umum dan Basynursyah, SH., selaku Sekretaris Jenderal DPP dan sudah memiliki DPD dan DPC di seluruh Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia sebagai salah satu organisasi Pers yang berbadan hukum resmi.
“Organisasi PWRI adalah salah satu organisasi profesi bagi para wartawan di Indonesia yang didirikan sejak tanggal 13 Mei 2013 dan dideklarasikan pada tanggal 1 Oktober 2014 bertepatan dengan peringatan hari kesaktian hari pancasila oleh Suriyanto, SH., MH., selaku Ketua Umum dan Basynursyah, SH., selaku Sekretaris Jenderal DPP dan sudah memiliki DPD dan DPC di seluruh Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia sebagai salah satu organisasi Pers yang berbadan hukum resmi“, ucapnya.
“Adapun tujuan dan fungsi sesuai Anggaran Dasar PWRI Pasal 3 PWRI bertujuan ; Meningkatkan kualitas profesi wartawan sebagai wartawan Republik Indonesia. Membantu wartawan untuk dapat meningkatkan wawasan dan profesionalisme kewartawanan. Membantu meningkatkan taraf hidup anggota. Sebagai mitra Pemerintah dalam sosial kontrol baik dalam pembuatan kebijakan maupun ketika menjalankan kebijakan itu sendiri demi kepentingan Bangsa dan Negara. Pasal 4 PWRI berfungsi sebagai ; Organisasi Profesi Wartawan Republik Indonesia. Organisasi yang membantu anggotanya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya baik secara material dan non material. Organisasi yang berperan serta untuk mensukseskan Pembangunan Nasional dan sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sarana komunikasi dan informasi“, tegasnya.
Diwaktu dan tempat yang sama, Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Iwan Rudiawan mengatakan, setiap wartawan yang tergabung didalam organisasi Persatuan Wartawan Republik Indonesia harus menunjukkan cerminan diri yang baik seperti berpakaian rapih dan sopan, bertingkah laku yang sopan saat melaksanakan tugas jurnalistiknya seperti saat sedang meliput, karena menurut nya hal tersebut termasuk ke dalam program peningkatan kualitas dan profesionalisme wartawan.
“Saya meminta kepada seluruh pengurus dan anggota DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya agar selalu menunjukkan cerminan diri yang baik saat melaksanakan tugas jurnalistiknya, seperti berpakaian yang sopan diutamakan memakai sepatu, bertingkah laku serta tutur kata yang sopan dalam melakukan liputan, karena hal itu juga termasuk dalam program peningkatan kualitas dan profesionalisme wartawan“, ungkapnya.
Selain itu Iwan juga mengingatkan, dalam menulis sebuah berita seorang wartawan agar selalu mematuhi kode etik jurnalistik (KEJ) agar terhindar dari perkara hukum yang mungkin saja bisa mengenai wartawan tersebut. Dan hal lain yang perlu diingat dalam penulisan sebuah berita, terutama ketika ada dua belah pihak yang berseteru adalah berita yang berimbang dengan tidak memihak serta mengedepankan azaz praduga tak bersalah.
“Saya juga mengingatkan, dalam menulis sebuah berita seorang wartawan agar selalu mematuhi kode etik jurnalistik (KEJ) agar terhindar dari perkara hukum yang mungkin saja bisa mengenai wartawan tersebut. Maka dari itu konfirmasi merupakan bagian terpenting dari sebuah pemberitaan yang bersifat kasus agar si penulis maupun medianya tidak tersandung UU ITE. Jangan sekali-kali melakukan penulisan yang bersifat memojokkan,menghujat memfitnah, bersifat SARA, termasuk menggiring opini yang membuka celah permasalahan hukum“, tegasnya. *** yanto