Sepekan menjelang Pemilu 2024, semua bentuk kampanye tampaknya sudah lebih dari cukup dilakukan berbagai pihak untuk meraih simpatisan, pemilih guna memenangkan kontestasi yang ketat dan semakin kritis disikapi oleh rakyat. Karena warga masyarakat Indonesia sekarang sudah cerdas untuk menyikapi Pemilu dengan cara yang bijak. Tak lagi hendak beradu atau diadu secara fisik oleh pihak manapun maupun untuk kontestan manapun, sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip pokok sebagai hak pribadi.
Masalahnya Pemilu 2024 yang membuat rakyat kebanyak merasa cemas adalah pelaksanaan Pemilu 2024 akan terjadi kecurangan, sebab suara rakyat -- yang tetap diyakini oleh banyak orang sebagai suara Tuhan -- akan ditilep dengan berbagai cara kecurangan, sehingga suara rakyat yang murni untuk memilih pemimpin yang kredibel, mumpuni dan aspiratif serta tulus hendak melaksanakan amanah rakyat -- ingin mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan rakyat -- sebagai tugas utama yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, harus dan wajib diwujudkan.
Gejala pelaksanaan Pemilu 2024 akan dilakukan secara curang sudah dimulai sejak putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggar etik namun tetap memberi peluang dari putusan itu kesempatan pada kandidat yang tidak memenuhi syarat. Pelanggaran etik itu kemudian dilakukan pula oleh Komisi Pemilihan Umum hingga menjadi pergunjingan berbagai pihak akademisi, kaum intelektual serta politisi sampai sosok negarawan Indonesia memberikan kritiknya yang keras.
Lalu pihak instansi yang berwenang pun tidak melakukan apa-apa, sehingga putusan tinggal sebagai putusan semata. Akibatnya, sikap zalim terhadap rasa ketidak adilan warga masyarakat semakin meluas. Agaknya, inilah yang menyulut kemarahan sejumlah civitas akademika dari bilik kampus lantang mengungkapkan sikap protes, kecaman bahkan pemakzulan terhadap rezim penguasa yang zalim, karena mengabaikan jeritan hati nurani rakyat.
Pemilihan pemimpin maupun wakil rakyat pada tingkat dan level apapun yang dilakukan dengan cara yang curang, bukan saja berarti telah membegal demokrasi, tetapi juga merusak cita-cita luhur rakyat yang dipercayakan kepada pemimpin maupun wakil rakyat yang harus dan patut dipilih secara jujur, ikhlas dan berkeadaban dengan tatanan etika, moral dan keyakinan sebagai bagian dari iman umat yang percaya pada ajaran dan tuntunan luhur dari masing-masing agama. Karena semua ajaran dan tuntunan dari agama yang ada, semua menganjurkan kebaikan untuk makhluk di muka bumi.
Karena itu, adanya kecenderungan untuk melakukan kecurangan oleh pihak manapun perlu dicegah bersama untuk menyelamatkan suara rakyat sebagai suara Tuhan. Sebab kemenangan yang diperoleh dengan cara yang curang, tidak mungkin bisa diharap melakukan perbaikan terhadap kondisi dan situasi rakyat yang terus didera berbagai kesulitan.
Sebab dari sosok pemimpin dan wakil rakyat yang dipilih secara tulus, jujur dan ikhlas oleh rakyat bisa diharap mampu menunaikan tugas dan kewajibannya secara tulus, jujur dan ikhlas pula untuk rakyat. Maka itu, peran utama warga masyarakat dalam Pemilu 2024 -- yang ditengarai akan dilakukan dengan curang -- perlu dijaga bersama oleh seluruh rakyat Indonesia yang mendambakan hasil Pemilu 2024 dari suara hati nurani rakyat yang jujur, adil dan ikhlas, seperti para kandidat sendiri yang patut menerima kekalahan, sepanjang pelaksanaan Pemilu 2024 tidak dilakukan secara curang.***Jacob Ereste