Oleh : Jacob Ereste
Pernyataan sikap delapan fraksi DPR RI terhadap Pemilu yang mau memakai sistem proporsional tertutup dalam Pemilu (Pemilihan Umum) 2024 yang kuat diduga oleh sejumlah Fraksi Partai Politik dan para politisi maupun pengamat politik menjadi sangat lucu seperti dagelan Ketoprak dari kelompok sandiwara khas Jawa Tengah tanpa teks itu, karena caranya lebih dominan mengandalkan improvisasi yang ingin disesuaikan dengan selera pasar atau mereka yang berani untuk membayar mahal.
Kedelapan Fraksi DPR RI menanggapi dugaan bocoran dari hasil gugatan sistem proporsional Pemilu yang tengah dibahas MK (Mahkamah Konstitusi). Dan hanya Fraksi PDIP saja yang tidak ikut membuat pernyataan penolakan Sistem Pemilu Proporsional terbuka itu, sehingga PDIP terkesan sangat meyakinkan ingin sistem Pemilu proporsional yang tertutup.
Hasrat untuk mengubah sistem penyelenggaraan Pemilu secara riba-tiba memang konyol -- seperti UU Omnibus Law yang masih diributkan itu meski telah berhasil dijadikan UU yang terus menjadi masalah sampai hari ini.
Konferensi pers delapan Fraksi DPR RI di komplek Parlemen Gedung Nusantara III itu dilakukan Selasa, 30 Mei 2023 menyusul hebohnya pemberitaan bocoran putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang diungkap Prof. Denny Indrayana yang langsung ditimpali pula oleh Prof. Machfud MD selaku Menko Polhukam yang juga menjabat Meninfokom.
Kecuali itu, press release delapan Fraksi DPR RI ini merupakan kelanjutan dari press release pada 3 Januari 2023 dan pertemuan Dharmawangsa pada, 8 Januari 2023.
Pendek kata, heboh dan gunjang-ganjinglah habitat politik Indonesia hari ini yang semakin memanas menjelang Pilpres (Pemilihan Presiden) dan Pileg (Pemilihan Legislatif) tahun 2024 yang masih cukup lama waktu pelaksanaannya itu. Artinya, ini mengisyaratkan suasana akan semakin lebih panas lagi menjelang hari H pelaksanaan Pemilu itu.
Sistem Pemilu terbuka itu, sudah berlaku sejak lama, dan kalau mau diubah tidak sekarang, karena proses Pemilu sedang berlangsung.
Intinya, delapan Fraksi DPR RI yang tegas menolak Pemilu dengan sistem proporsional tertutup dan mendesak MK menolak UU No. 7 Tahun 2017. Sedangkan informasi -- bukan bocoran -- yang diperoleh Denny Indrayana mengatakan MK akan memutuskan sistem Pemilu dengan Proporsional tertutup. Jadi masalahnya, Pemilu dengan sistem proporsional tertutup atau dengan sistem proporsional terbuka.
Lalu apa beda dan untung serta ruginya dengan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup dan dengan sistem proporsional terbuka ?
Syahdan, keterbukaan dan kebebasan dalam Pemilu akan mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun sistem proporsional adalah sistem di mana daerah pemilihan memilih beberapa wakil. Sehingga dimungkinkan adanya penggabungan partai atau koalisi memperoleh kursi untuk wakil rakyat setempat. Sistem proporsional juga sering disebut sistem perwakilan yang berimbang. Atau multy member constituency.
Dalam sistem proporsional inilah adanya istilah terbuka dan proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem Pemilu dimana pemilih memilih langsung calon wakil legislatif yang dijagokannya. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politik yang diidolakannya. Akibatnya, dalam sistem proporsional tertutup, suara pemilih akan menumpuk di partai. Dan yang berhak mendapat kursi akan disesuaikan dengan nomor urut calon dari partai yang bersangkutan. Akibatnya, tokoh yang diidolakan menjadi pilihan tidak mendapat kursi, karena suara pemilih akan diserap sesuai dengan nomor pilihan. Dan dari sistem proporsional tertutup ini, partai akan lebih diuntungkan, karena suara perolehan partai akan menjadi bagian dari otoritas dan kewenangan partai untuk melakukan pembagian perolehan suara. Bagi rakyat yang cerdas pun, sistem proporsional tertutup dalam Pemilu bisa semakin tidak jelas juntrungannya.
Banten, 31 Mei 2023