Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif( Pileg) dapat dijadikan juga sebagai momentum untuk menjaga akal sehat.Sidiq, amanah, tabligh dan fatonah. Begitulah ideal minimalnya sosok pemimpin (Presiden) dan wakil rakyat di Parlemen (anggota dewan) pada semua tingkatan yang paling gampang dalam perspektif Islam untuk menakar layak dan tidak layaknya untuk memilih atau menentukan sosok pemimpin yang diharapkan mau mengurus rakyat dengan baik dan benar.
Sidiq yang menempati urutan pertama dari persyaratan itu, karena seorang pemimpin harus jujur, tidak boleh berbohong tidak cama kepada Tuhan (setelah disumpah untuk menerima jabatan yang diamanahkan oleh rakyat. Maka ini sifat amanah (dapat dipercaya) terus menjadi persyaratan berikutnya.
Sifat tabligh itu bukan saja komitmen untuk mengatakan seluruh masalah dan cara mengatasinya kepada rakyat secara terbuka agar mendapat dukungan atau bantuan untuk mengatasinya, tetapi dimaksudkan juga agar tidak egoistis (sok pinter sendiri) karena menganggap rakyat bodoh dan tidak memerlukan partisipasi rakyat. Sebab bagi rakyat, pintar dan cerdas tidak lebih penting dari kejujuran, keterbukaan (tabligh) bagi rakyat. Sehingga makna musyawarah dan mufakat seperti yang menjadi bagian dari sila Pancasila sebagai falsafah bangsa yang kemudian disepakati juga menjadi ideologi negara dapat berwujud nyata, tidak cuma dikeloni oleh BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) yang gagal melakukan pembinaan terhadap aparat pemerintahan hingga berbudaya korup di semua tingkatan dan lini kelembagaan yang ada dalam pemerintahan.
Jadi sikap sidiq dan tabligh itu lebih penting dari fatonah (cerdas). Sebab aparat atau pejabat yang korup, khianat pada amanah rakyat semuanya adalah orang pintar, cerdas tapi tidak bermoral, sehingga khianat kepada amanah rakyat.
Sidiq, amanah, tabligh dan fatonah itu cukup jelas dan sederhana untuk diingat dan dihafal oleh rakyat dari agama apapun. Sebab semua agama langit utamanya jelas dan pasti memberi tuntunan, pengajaran untuk berbuat baik seperti ajaran dan tuntunan Nabi.
Kehadiran para Nabi yang diturunkan Tuhan di tanah Arab dan sekitarnya bisa dipahami sebagai pertanda bahwa di daerah itu adanya sifat dan sikap jahiliyah yang perlu mendapat perhatian serius untuk meluruskan perilaku bejat manusia pada jaman itu. Dan di negeri kita spesial pula lahir dan munculnya para wali untuk menyempurnakan perilaku manusia Indonesia ketika itu masih dalam bentuk suku bangsa Nusantara. Artinya, kelahiran dan kehadiran para wali itu -- yang spesial hanya ada di negeri kita -- boleh juga menjadi suatu kebanggaan, tetapi perlu juga dipahami sebagai penanda adanya kekurangan dari tuntunan dan ajaran para Nabi yang belum dilakukan sebagaimana yang seharusnya ditauladani.
Lantas hari ini, sungguhkah perilaku manusia Indonesia sudah lebih baik dari jaman jahiliyah atau semasa para wali yang pernah ada di Nusantara dahulu yang kini telah disepakati menjadi Indonesia Merdeka sejak 17 Agustus 1945. Lalu makna dan hakekat kemerdekaan yang mengusung cita-cita luhur bangsa itu hendak kita segarkan kembali melalui Pemilu untuk memilih Presiden dan wakil kita yang baru -- setidaknya sidiq, amanah, tabligh dan fatonah -- hingga sesumbar bagi negeri kita yang toto tentrem, gemah ripah loh jinawi jangan cuma seperti pepesan kosong. Sebab kita hidup ingin lebih bermakna, bermartabat dan lebih beradab. Karena itu, Pemilu untuk memilih Presiden dan wakil kita yang baru dan segar -- bukan cuma cara berpikirnya saja, tapi yang lebih penting adalah sifat dan sikap dalam tindakan dan perbuatannya harus berpijak kukuh pada etik profetik yang telah diajarkan dan dijadikan tuntunan agama-agama langit yang hidup subur di bumi Nusantara yang telah disempurnakan atas nama bangsa Indonesia yang Merdeka. Maka itu dalam memilih Presiden dan wakil kita untuk tahun 2024, ekspresikanlah kemerdekaan dan kebebasan dalam memilih dan menentukan, meski sembako dan amplop terus meneror kita sampai detik-detik terakhir pencoblosan. Toh, kreteria minimal, sidiq, amanah, tabligh dan fatonah sudah kita hafal di luar kepala.
Jadi Pemilu itu adalah momentum terbaik bagi rakyat untuk membuktikan kemerdekaan, kemandirian serta kebebasan memilih dan menentukan -- bukan cuma sosok Presiden dan wakil rakyat saja, tetapi masa depan dan peradaban kita sebagai suku bangsa nusantara yang bersepakat menjadi satu bangsa, satu nusa dan satu bahasa, satu cita-cita Indonesia merdeka.**Jacob erste
Mauk, 29 Mei 2023