Saran dan kritik terhadap aparat pemerintah sebetulnya tidak perlu kasar dan vulgar hingga terkesan tidak sopan, atau bahkan jadi tidak beradab. Soalnya memang, ketika saran dan kritik disampaikan dengan cara baik-baik dan sopan tidak mau pernah didengarkan, maka bahasa pulgar yang keras dan mampu menghentak perhatian hingga menjadi perhatian orang banyak, jadi mencengangkan.
Cara untuk mempermalukan pejabat publik seperti itu terpaksa dilakukan, karena teguran dengan cara baik-baik selalu diabaikan. Begitu juga aksi dan unjuk rasa dilakukan. Karena tak digubris juga, maka sikap keras dan pilihan brutal terpaksa pula dilakukan.
Budaya barbarian dalam aksi dan unjuk rasa yang terpaksa harus dilakukan itu karena merespion sikap abai atau acuh tak acuh dari aparat atau institusi yang menjadi sasaran kritik dan unjuk rasa itu. Akibat dari tidak adanya respon positif dari aparat pun terjadi insiden sehingga ada alasan pihak keamanan untuk bertindak sesuai dengan anggapan prisedur serta peraturan maupun perundang-undangan.
Karena itu sergahan Luhut Binsar Panjaitan yang mengatakan agar rakyat tidak banyak omong tentang tata kelola negara dan bangsa yang brengsek justru menunjukkan pemahaman tentang bangsa dan negara yang rendah atau arogan. Sebab negara dibuat jelas hanya untuk rakyat agar bisa menikmati kedamaian dan kesejahteraan dengan perlakuan yang adil dan beradab sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila, baik sebagai falsapah bangsa maupun sebagai ideologi negara. Karena negara dibuat untuk rakyat, bukan untuk penguasa yang harus mewujudkan amanah rakyat. Jadi penguasa yang abai pada amanah rakyat -- apalagi khianat -- pasti kuwalat.
Jadi percayalah, pemimpin yang khianat pada amanah rakyat pasti mendapat azab. Bisa jadi azab itu tidak langsung mendera dirinya, karena bisa saja dipertontonkan pada dirinya dalam dera dan derita anak cucu serta anggota keluarganya yang lain. Dera dan derita ini sangat mungkin lebih perih, sehingga membuat sesal yang tiada ujung hingga ke liang kubur.**Jacob Ereste
Banten, 1 April 2023