Dia juga mengungkapkan cara kerja dalam sistem pemerintah tidak mudah. Apalagi cuma main-main, katanya, bisa kena OTT (operasi tangkap tangan) seperti yang sudah banyak dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Lalu atas dasar itu orang yang berada di luar pemerintah -- rakyat -- katanya tidak boleh banyak omong tentang kebrengsekan kerja pemerintah yang tidak becus ?
Tampaknya, Luhut Binsar Panjaitan lupa -- atau tidak paham -- bahwa pemerintah itu dibentuk untuk mengurus rakyat. Lha, kalau pemerintah mengurus rakyat tidak becus, bagaimana mungkin rakyat harus mingkem, tidak menegur. Lalu tidak pula boleh mengkritik, misalnya karena pemerintah sering salah mengurus dan membandel. Seperti tata cara warga masyarakat dalam melakukan ibadah -- untuk semua agama yang ada di Indonesia yang acap terlalu jauh dicampuri oleh pemerintah -- lalu rakyat merasa perlu menegur, menyampaikan dikritik agar dapat segera diperbaiki tentang kebijakan yang tidak bijak itu misalnya, seperti melarang ASN, TNI dan Polri membuat acara buka puasa bersama.
Jika pun pemerintah hendak melarang ASN, TNI dan Polri melakukan acara berbuka puasa bersama, tidaklah perlu menakut-nakuti dengan memakai pandemi Covid-19 yang mereda dan aman. Toh, realitas berbagai pesta yang cukup banyak mengundang kerununan banyak orang sudah berulang kali dilakukan justru oleh kalangan herabat pejabat dan keluarganya tanpa kegalauan dengan pandemi Covid-19 yang sudah dianggap klier di negeri ini.
Kalau pun ada kekhawatiran untuk acara buka puasa bersama yang akan dilakukan oleh kalangan ASN, TNI dan Polri itu karena hendak menggunakan anggaran dari kass pemerintah -- APBN atau APBD -- toh, bisa disebut to the point tidak boleh memakai duit penerintah. Sehingga ASN, TNI dan Polri bisa merogok koceknya masing-nasing untuk iuran atau sumbangan suka rela, terutama dari mereka yang cukup kays raya bergelimangan duit. Entah dari mana asal usulnya itu.
Rakyat mengkritik kerja pemerintah karena rakyat melihat dan merasakan ada yang tidak becus. Sebab pemerintah harus menunaikan amanah rakyat yang memiliki kedaulatan dan memberikan amanat untuk dilakukan sesuai sumpah jabatan serta tatanan hukum dan perundang-undangan yang harus mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan diri pejabat yang bersangkutan.
Begitulah pemahaman rakyat ikhwal kedaulatan yang dimiliki oloh rakyat dan rela memberikan mandat kepada penyelenggara negara untuk mengurus segenap kepentingan rakyat sebagai pemilik negeri ini.
Jadi pejabat negara itu bukan pemilik dari kekayaan apapun yang ada di negeri ini. Pejabat negara itu bagi rakyat hanya sekedar pengurus dari organisasi yang bernama negara. Karena itu, segala sesuatu yang penting -- terkait dengan kepentingan rakyat harus dibicarakan dengan rakyat. Dan kalau caranya salah, rakyat punya hak untuk menegur, bahkan mengkritik hingga patut marah bila kebijakan yang tidak bijak itu tetap ngotot dilakukan.
Contohnya yang paling nyata adalah dengan dipaksakannya pengesahan UU Omnibus Law yang cacat prosedur dan cacat hukum itu, pasti akan terus mengundang kemarahan rakyat yang sulit dibendung atau dijinakkan. Karena berbagai sektor dan bidang yang berkaitan dengan kepentingan rakyat jadi terampas oleh kepentingan oligarki yang menjadi musuh besar seluruh rakyat.
Jadi melarang rakyat berpendapat, menyampaikan kritik terhadap pemerintah adalah sikap arogan yang tidak boleh dibiarkan, apalagi hendak minta pembenaran.**
Banten, 27 Maret 2023