Masalah Jurnalis Cyber sepatutnya menjadi perhatian semua pihak utamanya yang berkepentingan dengan media. Apalagi pada acara hari pers nasional pada 9 Februari. 2023 di Sumatra Utara.
Media maenstrim yang sudah cenderung dilupakan banyak orang pun perlu dicarikan jalan keluar, setidaknya agar dapat terus bertahan, tidak sampai tutup atau gulung tikar. Lalu media cyber yang berbasis internet semakin berkembang, meski belum juga menemukan cara pengelolaannya yang baik sehingga dapat menjadi andalan sebagai bidang pekerjaan yang dapat mejadi sumber penghasilan bagi mereka yang menekuni media cyber.
Dari catatan Atlantika Institut Nusantara, jumlah media cyber yang berbasis internet sampai Januari 2023 di Indonesia hampir 38 ribu jumlahnya. Sebagai suatu bidang pekerjaan yang masih perlu ditemukan cara pengelolaannya yang baik, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan bagi para pengelolanya, patut diagendakan pembahasannya oleh Dewan Pers serta pihak pemerintah. Karena hanya dengan begitu kehadiran media cyber yang berbasis internet tidak terus tumbuh semakin liar.
Sementara tindak kriminal yang masih harus dihadapi oleh insan pers -- tak hanya jurnalis cyber -- belum sepenuhnya mampu ditangan oleh aparat penegak hukum, sehingga banyak kasus yang menimpa insan pers menguap begitu saja ditelan waktu, tanpa ada penyelesaian. Kecuali itu intimidasi, insenuasi hingga ancaman dan tindak kekerasan terhadap insan pers perlu dicarikan cara pencegahannya agar tidak lagi sampai terulang. Sebab dalam konklusi terakhir (Jacob Ereste) sudah menyarankan kepada insan pers untuk membekali diri dengan ilmu bela diri. Setidaknta, dasar-dasar karate, yudo dan pencak silat serta sejenis ilmu bela diri lainnnya bisa meminimalisasi tindak penganiayaan secara fisik yang semakin kerap dialami oleh pekerja pers.
Agaknya, yang lebih penting adalah memberi jalan bagi insan pers -- utamanya untuk mereka yang menekuni media cyber -- mampu memaksimalkan diri untuk berkembang lebih profesional menekuni media cyber yang telah menjadi pilihan alternatif terbaik bagi banyak pihak yang memerlukan informasi, publikasi bahkan sebagai sarana komunikasi tercepat, dan paling efektif sekaligus paling murah dan gampang untuk digunakan dimana pun saat diperlukan.
Jika saja untuk satu media cyber memerlukan 50 orang pekerja di pusat maupun di daerah, maka jumlah tenaga kerja yang terserap oleh media cyber di Indonesia berjumlah 38.000 x 50 orang, suatu jumlah tenaga yang cukup untuk mengurangi jumlah angkka pengangguran di Indonesia. Jadi masalah bagi insan pers media cyber adalah bagaimana memaksimalkan segenap sumber daya dan sumber manusia untuk menjadi bidang pekerjaan yang dapat diharapkan memberi penghasilan yang bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan dengan tetap mematuhi etika, moral pers Pancasila yang berlaku di Indonesia.
Karena itu, sungguh sangat disayangkan pada momentum hari pers nasional di Indonesia tahun 2023 yang dilaksanakan di Medan, Sumatra Utara, eksistensi media cyber masih terkesan seperti anak tiri dari Dewan Pers maupun organisasi wartawan yang ada.***Jacob Ereste
Banten, 8 Februari 2923