Sepatutnya setiap orang memelihara dan mengembangkan potensi spiritual bawaannya sebagai Khalifah di muka bumi. Karena hanya dengan begitu kedekatan terhadap Tuhan bagi pemilik agama yang teguh dan patuh -- apapun agamanya -- akan memiliki kualitas hidup dari mereka yang lain, yang abai pada potensi spiritual yang sudah dianugerahkan oleh Tuhan sejak didalam kandungan hingga menjelang dimasukkan ke liang kubur
Artinya, dimensi dan kepemilikan segenap kemampuan spiritual itu hanya berguna semasa hidup untuk kemudian kembali berurusan dengan Tuhan.
Sikap dan sifat dari laku spiritual yang baik dan benar itu akan senantiasa memberi bimbingan kepada segenap potensi diri, mulai dari kemampuan daya nalar, keinginan, harapan, egosentrisitas, ambisi, hingga getaran bathin dan bisikan hati akan terkendali oleh daya spiritualitas yang dimiliki oleh masing-masing orang. Sehingga hal-hal yang tidak penting dan tidak perlu -- mubazir atau bahkan yang makruh dan mubah -- bisa dihindari bukan cuma tidak berlebihan seperti mengimpulkan harta berda maupun kekuasaan. Karena semua mampu dikendalikan sebagai bagian yang tidak terlepas dari kekuasaan dan izin Allah SWT
Karena itu, bagi setiap orang yang memiliki kedalaman spiritual yang baik dan benar, tidak akan pernah menyeleweng dari amanah rakyat. Kesetiaan terhadap komitmen diri sendiri untuk kemudian komitmen pada orang banyak yang telah memberikan amanah itu, harus dan layak dipatuhi untuk tidak diingkari.
Dalam konteks seperti inilah pemahaman terhadap suara rakyat adalah suara Tuhan masih relevan. Sementara Prof. Salim Said mengatakan orang Indonesia -- tentu saja maksudnya untuk mereka yang telah melakukan sumpah ketika menerima jabatan itu sebagai amanah -- justru Tidak sama sekali takut kepada Tuhan. Mereka justru lebih takut kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang selalu mengawasi dan siap mencokok perilaku bejadnya yang menilep duit rakyat.
Laku spiritual adalah semacam upaya menjaga diri -- seperti rutinitas senam pagi -- agar jiwa dan raga tetap sehat dan waras untuk kemudian melakukan tugas dan kewajiban -- entah untuk pemerintah, perusahaan maupun untuk keluarga -- agar mulia dengan sikap dan sifat yang Siddiq (integrity), amanah (trust), Fathonah (smart) dan tabliq.(ovenly) seperti para Nabi dan Wali.
Maka itu, wali spiritual yang bersedia memposisikan diri sebagai petugas untuk memuliakan para Agamawan, seperti kata Sri Eko Sriyanto Galgendu dari GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) hingga kini semakin diperkuat oleh Posko Negarawan tidaklah berlebih jika Mengidolakan Lahir dan tampilkan pimpinan yang memiliki basis spitlritual yang kuat dan kokoh, sehingga mampu membenahi kehidupan berbangsa dan kehidupan bernegara bagi Indonesia untuk menyongsong peradaban dunia yang baru.
Jika setiap anak bangsa Indonesia dapat memiliki basis spiritual dalam berpikir, dalam bertindak dengan segala bentuk hasil perbuatan yang dilakukannya, dapat dipastikan untuk pembenahan tata kelola bangsa dan negara dalam arti luas bisa segera dilakukan. Sehingga beragam ancaman dari keambrukan -- politik, ekonomi maupun budaya serta agama yang terkesan semakin terguncang, bisalah dibendung dan ditahan untuk kemudian dapat kita benahi bersama guna memasuki peradaban dunia yang baru dengan segenap pernik meliknya yang mungkin masih belum begitu akrab akibat lompatan teknologi yang begitu dakhsyat.
Tampaknya jalan yang penuh tantangan dan rintangan itulah yang sedang ditempuh GMRI bersama Posko Negarawan untuk melahirkan tokoh-tokoh negara yang memiliki dedikasi tinggi serta komitmen yang setia untuk dipertaruhkan bagi negeri tercinta ini.***Jacob Ereste