Keriuhan dalam masyarakat sejak satu tahun terakhir hingga kini adalah mengipuk-ipuk calon Presiden untuk periode 2024 mendatang. Nyaris tak ada yang memapar kualitas, elektabilitas dan kapasitas sosok presiden yang pantas dan patut memimpin Indonesia dengan jumlah rakyat yang cukup banyak, hamparan wilayah negara yang cukup luas dan serakan ribuan pulau dengan karakteristik masyarakat setempat serta alam lingkungan yang khas.
Jadi memang diperlukan sosok seorang presiden yang memiliki wawasan serta pengetahuan yang luas, tidak hanya yang bersifat fisik dan keduniawian, tetapi juga masalah spiritual yang memiliki nilai keilahian, lantaran beragamnya agama dan kepercayaan yang dianut oleh suku bangsa Nusantara sejak lama, hingga kini menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Belum lagi masalah budaya masyarakat yang beragam, seperti mereka yang ada di pesisir dengan menggantungkan penghidupan dari hasil laut. Demikian juga untuk saudara kita yang ada di pedalaman sebagai petani dengan cara hidup bercocok tanam, perlu dan wajib mendapat perhatian yang sama dengan warga masyarakat di perkotaan yang berlimpah kemanjaan hidup dengan fasilitas serba modern dan memperoleh subsidi langsung maupun tidak langsung dari pemerintah pusat maupun pemerintah kota setempat.
Karena itu topik keadilan sosial tetap relevan untuk tetap mendapat perhatian serius dari presiden maupun kepala daerah yang terpilih kemudian agar tidak mengecewakan hati dan harapan rakyat. Maka itu wajar, ketika Panglima TNI terpilih dari Angkatan Laut, harapan masyarakat kelautan kita sangat besar untuk mendapat perhatian serius. Mulai dari Angkatan Laut Indonesia sendiri yang harus tangguh -- utamanya Marinir -- hingga para nelayan bisa memperoleh rasa yang nyaman saat mencari ikan. Paling tidak, tindak pencurian ikan di laut Indonesia tidak lagi terjadi, bila kapasitas Marinir Indonesia bisa dimaksimalkan menjaga seluruh perbatasan wilayah Indonesia yang sangat luas.
Marinir Indonesia patut menjadi kebanggaan -- tidak cuma menjadi garda terdepan mengaman wilayah kelautan kita -- tetapi juga dapat disinergikan dengan para pelaut dan nelayan Indonesia yang tidak kalah tangguh dibanding dengan pelaut dan nelayan bangsa asing. Sebab hanya dengan begitu, kedaulatan bangsa Indonesia di laut dapat segera terwujud. Untuk kemudian menstimuli kedaulatan petani dan kaum pedagang untuk bersaing dengan bangsa-bangsa asing yang mulai menjarah negeri kita ini.
Pemikiran dengan wawasan yang luas dan mendetail ini nyaris tidak pernah menjadi tajuk bincang dalam hasrat memilih dan untuk dipilih menjadi Presiden. Yang ada hanya sekedar birahi untuk menjadi Presiden. Inilah yang dimaksud dari pembodohan terselubung itu.
Artinya, jadi semakin jauh untuk diharap membicarakan sosok calon presiden Indonesia yang memiliki kualitas spiritualitas yang mumpuni. Sehingga orientasi pemikiran dan gagasan serta langkah kerjanya tidak semata-mata untuk hal-hal yang bersifat duniawi semata. Tetapi juga idealnya senantiasa bersandar kepada tuntunan dan ajaran ketuhanan.
Agaknya, gagasan ini sangat relevan dengan falsafah bangsa yang juga telah dijadikan ideologi negara kita, yaitu Pancasila.
Setidaknya, mencuatnya gagasan untuk mencari dan menemukan sosok kepemimpinan spiritual yang digagas GMRI bersama Posko Negarawan menjadi semacam sanepo keinginan rakyat untuk memiliki seorang pemimpin di semua tingkatan yang mempunyai basis spiritual yang kuat. Sehingga setiap etika senantiasa mengacu pada religiusitas. Dan moral dapat selalu dijadikan acuan sebagai penyangga akhlak mulia manusia sebagai Khalifah di muka bumi.
Yang lebih runyam, calon presiden maupun kepala daerah pun nyaris tidak ada yang mampu untuk membuktikan kualitas, kapasitas maupun elektabilitasnya kepada rakyat. Yang terjadi adalah dominasi kehebatan semu belaka dengan timpalan iming-iming pepesan kosong semata.***DAD