Dari jaman Revolusi Kemerdekaan sampai dengan era Reformasi saat ini, kata "Rakyat' sudah sangat melekat dan sangat disakralkan oleh para pemangku jabatan. Bagaimana tidak, rakyat adalah sebagai penggerak yang menjadi ruh kekuasaan, sekaligus sebagai obyek dari peristiwa sejarah suatu bangsa di dunia.
Slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat laksana mantera Demokrasi. Sebuah kekuasaan yang sejati adalah sebagai suara rakyat merdeka, bahkan sebuah kekuasaan yang legitimate adalah bagi sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Maka Rakyat yang berdaulat harus terbebas dari hegemoni politik golongan atau oligarki politik, bahkan terbebas dari tirani kekuasaan.
Demokrasi yang merupakan hakikat kedaulatan rakyat sudah menjadi isme politik di negara negara modern. Meski teori Demokrasi itu sendiri sebagai produk barat, tepatnya dari bumi Yunani kuno, Prancis, dan Amerika. Dimana Demokrasi itu berasal dari kata Demos dan Kratein, Demos berarti kekuasaan dan Kratein berarti Rakyat.
Betapa rakyat sudah dijadikan alat bagi kepentingan politik. Rakyat terkadang menjadi tumbal kepentingan politik. Namun nasib rakyat seolah tak berubah meski roda kekuasaan berputar seiring bergantinya regim penguasa.
Soekarno sebagai Presiden RI pertama, sebelum memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia, saat dipersidangan Hindia Belanda berorasi dengan judul,"Rakyat Menggugat". Begitupula Soekarno menulis sebuah buku yang berjudul, "Penyambung Lidah Rakyat". Rakyat benar benar menjadi sesuatu yang diistimewakan dan menjadi hal yang suci dalam alam Demokrasi.
Maka bagi aktipis sosial dan penggerak demokrasi, tidak ada alasan untuk tidak menjadi pembela rakyat. Rakyat jangan hanya dijadikan alat kepentingan politik. Rakyat harus dilindungi dan dilayani dengan baik. Rakyat harus dihormati karena sebagai Dewa Demokrasi sejati.
Mendzalimi rakyat demi kekuasaan adalah sebuah penghianatan yang tak terampuni. Banyak sudah penguasa negara yang jatuh dari kursi singasana, ketika sudah jauh dan melupakan rakyat. Ingat runtuhnya dinasty Pahlevi di Iran, Ferdinand Marcos di Philifina, Mobutu Sese Seko di Zimbabwe, Soeharto di Indonesia, Nikolai Causescu di Rumania, dan Idi Amin di Uganda.***Red