Bekasi,mediatindak.com - Tidak adanya Transparansi pengunaan Dana Desa (DD), Angaran Dana Desa (ADD), Pendapatan Bagi Hadil (PBH) dan Anggaran Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Barat, di kelola Desa di Kabupaten Bekasi.
Perolehan uang bersumber dari DD, ADD, PBH dan Banprov Jabar, menjadi hal yang sangat menggiurkan bagi oknum aparat pemerintahan Desa, dalam melakukan tindakan korupsi, sehingga menjadikan dana desa sangat perlu diawasi pengelolaannya.
Pasalnya, dalam pengelolaan keuangan Negara yang di gelontorkan Pemerintah Pusat berupa Dana Desa sejak tahun 2016 hingga 2022 ini disinyalemen tidak teralokadikan dengan maksimal, tepat sasaran, dikarenakan di desa tidak ditemukannya pelaporan penggunaan anggaran baik laporan penggunaanDD; ADD; Banprov. Jawa Barat; PBH Kabupaten Bekasi ini tidak terbuka di ruang Publik secara Trasparan.
Tidak ditemukannya laporan bentuk kegiatan yang dilaksanakan Pemerintahan Desa tertera di mading/papan pengumuman di setiap Kantor Desa secara terinci diruang publik.
Ha ini mendapat sorotan sangat serius pembahasannya dari Gutmen Sitanggang, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kaloborasi Masyarakat Peduli Indonesia (KMPI) Kabupaten Bekasi.
Dikatakan Gutmen Sitanggang yang sapaan akrabnya Tanggang ini mengemukakan, "Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi. Dimana uang dari DD, yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat sesuai amanat Undang-undang (UU) Nomor 60 tahun 2014," pungkasnya.
"Sedangkan pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri Nomor 113 tahun 2014 yaitu, keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban keuangan desa" kata Ketua DPC KMPI Kab. Bekasi ini.
Menurut Sitanggang, "Sistem pengadaan dan pengelolaan aset di desa, Bimbingan teknis dan pendampingan Penerapan prinsip kehati-hatian sistem, sanksi administratif dan hukum, Fungsi kontrol di desa dalam hal ini Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Organisasi Masyarakat lainnya," terangnya.
"Sejalan dengan yang dihimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masyarakat diharapkan berpartisipasi mulai dari perencanaan hingga pelaporan penggunaan dana desa. Koordinasi dan pengawalan terkait dana desa ini penting mengingat besarnya anggaran yang dikucurkan untuk program ini sejak tahun 2016 hingga tahun 2022," tandas Sitanggang.
Desa merupakan pemerintahan terkecil dalam wilayah, dimana pemerintah desa sekarang sudah berada dibawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Sejak adanya Undang-undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sekarang desa menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Dimana dalam hal ini sudah terbukti telah dikucurkannya dana ke setiap desa yang tersebar di seluruh nusantara.
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang turut mendukung dalam pencegahan tindakan pidana korupsi di dana desa yakni dengan mengeluarkan setiap tahunnya PERMENDES PDTT sejak tahun 2016 hingga 2022 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Tindak pidana korupsi merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengertian sudah mencakup pada setiap pasal dari pasal 1 sampai pasal 13. Sedangkan pasal 21 sampai 24 dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Tahun 2006 menyimpulkan bahwa yang termasuk tindak pidana korupsi yaitu:
1) Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara adalah sebagai berikut:
a) Melawan hukum untuk memeperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara
b) Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara.
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa mewakili pemerintah desa, sehingga setiap kepala desa berhak untuk mengelola dan menggunakan dana desa dalam program maupun kegiatan yang bertujuan membangun dan mengembangkan desanya masing-masing.
Berikut adalah jenis dan penyebab penyelahgunaan dana desa yang dikemukakan pengamat Desa oleh Sukasmanto (2014) :
1) Kesalahan karena ketidak tahuan (mekanisme)
2) Tidak sesuai rencana -> tidak jelas peruntukannya/tidak sesuai spesifikasi.
3) Tidak sesuai pedoman, Juklak (Petunjuk Pelaksanaan), Juknis (Petunjuk Teknis) -> khususnya pengadaan barang dan jasa.
4) Pengadministrasian laporan keuangan: Mark-up dan Mark-down, double counting.
5) Pengurangan Alokasi Dana Desa, misalnya dana desa dijadikan “pundi-pundi” kepala desa dan perangkat untuk kepentingan pribadi.
6) Tidak dapat mempertanggung jawabkan penggunaan.
7) Penyelewengan aset desa: penjualan atau tukar guling Tanah Kas Desa (Bengkok); penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya untuk perumahan bisnis prope Potensi penyebab penyalahgunaan Dana Desa akan terjadi apabila beberapa unsur berikut masih belum kuat: Menkanisme koordinasi dan pengawasan Sistem pengelolaan keuangan, Kualitas SDM masih rendah dan belum merata Motif kepentingan politik tertentu, Sistem perencanaan di pusat, daerah, dan desa.
Dari uraian di atas, disinyalir adanya dugaan kuat terjadinya kebocoran penggunaan anggaran Desa dikarenakan tidak adanya Transparansi/keterbukaan dalam pengelolaan penggunaan keuangan Desa kepada publik, secara terinci dan akuntabel pada setiap Desa di Kabupaten Bekasi.
Tidak adanya terbukan dalam pelaporan pengelolaan keuangan Desa, inilah dijadikannya senjata pemantik oleh sejumlah oknum mengatas namakan Lembaga, melakukan Freser melalui pesan Whasapp/Messenger kepada para kepala Desa.
Publik mencurigainya ada keleluasaan uang, dapat mengalir ke rekening pribadi para oknum perseorangan apakah itu mengatasnamakan Lembaga Masyarakat celamitan, sehingga oknum Kepala Desa memberikan permintaan oknum Lembaga celamitan secara Transfer Bank. Lagi-lagi publik bertanya-tanya, apakah pemberian uang itu, mungkinkah dari penghasilan pribadi Kepala Desa?
Dengan demikian sejumlah oknum yang mengatas namakan predikat Lembaga Masyarakat celamitan ini, dengan leluasa mendapatkan aliran dana ke Rekening Pribadi dengan istilah Transfer (TF) dari para oknum Kepala Desa yang telah dibayang-bayangi fikiran atas ketakutan oknum kades, agar dudak terbongkar boroknya dalam pengelolaan keuangan Desa. Inilah yang menjadi dalam memanfaatkan kelemahan dan membuat para oknum kepala desa itu menjadi dilematis.
Dugaan kuat atas adanya kebocoran pengunaan keuangan DD yang telah diterima desa besarannya Miliaran Rupiah lebih setiap tahunnya, belum lagi penerimaan ADD, Banprov. Jabar dan pemerimaan Bagi Hasil, untuk di gunakan pada pembangunan Infrastruktur Desa, Pemberdayaan ekonomi masyarakat Desa secara umum pada masing masing Desa di wilayah Pemerintahan Kabupaten Bekasi, masih diragukan akurasi pelaporan pengunaan Keuangan Desa terhadap institusi Pemerintah di atasnya.
Publik mempertanyakan, kemana sajakah peruntukan uang yang diterima Desa bersumber dari DD; ADD), Penerimaan Bagi Hasil dan Banprov. Jabar ke seluruh Desa-desa yang notabe adalah uang Rakyat, yang dikumpulkan dari pajak Rakyat, diterima oleh Negara, dan dikelola seluas-luasnya untuk kepentingan Rakyat, yang disalurkan ke Desa-Desa ini?.
Mensikapi hal ini, Publik mengharapkan Instasi Penegak Hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabespolri) untuk mengusut pengunaan keuangan Desa, yang selama ini jauh dari pengawasan Hukum Negara, untuk di periksa kebenaran pengunaan keuangan Desa di Wilayah Kabupaten Bekasi. ***RH. Lubis.