Syarif Abdul Hamid Al-Qadri, tokoh yang sangat berjasa pada bangsa ini dalam merancang Lambang Garuda Pancasila.
Catatan : Pada 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara. Singkat cerita, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Syarif Hamid dan karya M Yamin. Karya Syarif Hamid dipilih dan diterima pemerintah dan DPR. Bentuknya terus disempurnakan hingga menjadi Garuda Pancasila yang publik kenal sekarang.
Sultan Abdul Hamid II merupakan putra sulung Sultan Syarif Muhammad Al-Qadri. Di dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia-Arab. Syarif Abdul Hamid al-Qadri, lahir pada tanggal 12 Juli 1913 di Pontianak dari pasangan Syarif Muhammad al-Qadri dan Syecha Jamilah Syarwani, ia merupakan anak sulung keenam mereka.
Sampai usia 12 tahun, Hamid dibesarkan oleh ibu angkat asal Skotlandia Salome Catherine Fox dan rekan ekspatriatnya asal Inggris Edith Maud Curteis. Salome Fox adalah adik dari kepala sebuah firma perdagangan Inggris yang berbasis di Singapura .
Di bawah asuhan mereka, Hamid menjadi fasih berbahasa Inggris. Pada tahun 1933, Salome Fox meninggal namun Hamid masih tetap berhubungan dengan rekannya Curteis. Syarif Abdul Hamid menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung.
HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Setelah lulus pada tahun 1937, ia dilantik sebagai perwira KNIL dengan pangkat Letnan Dua. Dalam karier militernya, ia pernah bertugas di Malang, Bandung, Balikpapan, dan beberapa tempat lain di Pulau Jawa.
*Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono Sebut Sultan Hamid II Pengkhianat.
Ini Penjelasannya: Hendropriyono mengatakan setiap tahun pihak keluarga mengajukan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional. Hendro selalu menentang pengajuan itu.
"Saya nasihati jangan. Dia itu bukan pahlawan kok," kata Hendro kepada wartawan, Selasa (16/6/2020).
Hendro menyebut keluarga Sultan Hamid II bergerak di dunia maya untuk menyesatkan opini publik dan hendak mempolitisasi sejarah. Dia juga menyebut pengakuan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang Burung Garuda adalah palsu belaka.
"Pengakuan mereka palsu bahwa Sultan Hamid II Alkadrie perancang simbol Negara Burung Garuda.
Perancangnya itu dulu tim. Dia hanya koordinatornya. Keputusan burung gambarnya begitu adalah oleh Dwi Tunggal Sukarno-Hatta. Bukan dia.
Hakikat simbol adalah frasa Bhinneka Tunggal Ika, tapi itu kan karangan Mpu Tantular abad IV, bukan juga karangan dia," papar Hendro.
Hendro juga menyebut dirinya dituduh rasis oleh pihak keluarga. Dia membantah tuduhan ini.
"Mereka menuduh sewenang-wenang saya sebagai rasialis. Bagaimana mungkin itu, wong saudara semenda saya juga banyak orang Arab. Jangan ngomong sembarangan ah," ujar Hendro.
"Hamid Algadrie (alm) saya kenal baik dan hormati sangat tinggi. Dia perintis kemerdekaan. Anaknya Maher adalah sahabat saya. Sadik Alkadrie juara judo nasional adalah binaan saya. Fuad Bawazier sudah seperti saudara sama saya. Quraisy Shihab sahabat saya banget yang pernah dalam satu kabinet. Dari mana ujung pangkalnya menuduh saya rasialis?" sambung Hendro.***Iwan Singadinata
Sumber : berbagai literatur dan pustaka pribadi