Pertambangan Batubara Ilegal Marak di Kaltim, Pemerintah Daerah Dinilai Tutup Mata

Kutai Kartanegara, mediatindak.com----Kegiatan Tambang batu bara ilegal di bumi borneo seakan tak terkendali. Keberadaannya semakin merajalela. Kekayaan alam yang terkandung diperut bumi terus dieksploitasi. Seperti yang terjadi di KM 85 di Desa Perangat, Desa Makarti dan desa Santanhulu, kecamatan Morang Kayu, kabupaten Kutai Kartanegara, Tenggarong. kalimantan Timur.

Maraknya pertambangan ilegal itu diduga tidak ada nya pengawasan dan tindakan tegas dari pemerintah daerah, dalam hal ini dinas perijinan dan dinas lingkungan hidup, padahal dampak yang terjadi adalah ada nya kerusakan lingkungan. 

Berbondong bondong nya investor dari dalam dan luar daerah seakan akan gerombolan predator yang memangsa binatang buruan nya. Banyak usaha tambang ilegal yang beroperasi seperti PT.KDC, PT.Airo,PT.MPK, PT.BIB, dan yang lainnya yang tidak terpantau.

Seperti pantauan wartawan media TINDAK dari kalimantan Timur yang kaya akan hasil bumi itu, dampak yang terjadi oleh aktipitas tambang illegal itu adalah rusak nya perut bumi karena digali dengan kedalaman  150 meter, dengan panjang bisa mencapai 7 Km.

Mereka beroperasi awal nya hanya untuk ijin pematangan lahan untuk perkebunan. sawit, tapi seiring berjalanya waktu berubah manjadi tambang batu bara. Kegiatan tambang yang meresakan masyarakat setempat itu, sangat merusak hutan,  tanah semua bolong dan berlubang sehingga dapat menyebabkan erosi pada waktu hujan, air nya meluap kemana mana termasuk kerumah warga dan kebun warga. Sedangkan ganti rugi tanaman dan tanah  milik warga tidak setimpal. 

Aktivitas kegiatan holing baru bara juga menggunakan jalan negara dari lokasi tambang ke tanah merah, sehingga jalan tersebut rusak berlubang. Akibat nya membahayakan para pengguna jalan yang mengendarai roda dua dan roda empat.

Rupa nya aktipitas tambang ilegal ini akan terus berlangsung, karena para pelaku pertambangan sudah dibekingi oleh oknum oknum yang tidak bertanggungjawab. Bahkan abai nya pengawasan dari pemerintah daerah. Sehingga mereka dengan leluasa bisa tenang menggasak perut bumi dengan tidak memperhatikan dampak kerusakan yang terjadi terhadap alam dan lingkungan hidup.***Reporter Rudi