Jakarta, mediatindak.com----Sebagai wujud penghormatan atas hak hak asasi manusia, Komnas HAM RI akan mengadakan Peluncuran Ringkasan / Summary Eksekutif Peristiwa Pelanggaran HAM Berat di Indonesia, yang akan di gelar pada Senin (1 Maret 2021), di Hotel Ayana, Midplaza.
Pada acara yang akan digelar secara luring dan daring itu, akan dimulai pada pukul 09.00 s/d 13.00 WIB itu, akan dihadiri oleh para eksekutif, Anggota DPR, Kejaksaan, LSM, ORMAS, tokoh masyarakat dan wartawan dari berbagai media. Komnas HAM secara of line mengundang KONTRAS untuk hadir pada acara ini.
Dari 15 kasus pelanggaran HAM berat, yang sudah digelar di Pengadilan Hak Asasi Manusia, hanya baru 3 kasus yang selesai, yaitu kasus Tanjung Priuk, Abepura, dan TIMTIM, selebihnya masih mengapung seperti tak ada penyelesaian. Hal ini membuat panjang nya penderitaan korban.
Maka Komnas HAM yang diberi kewenangan untuk menyelidiki peristiwa pada pelanggaran HAM berat di Indonesia, sesuai amanat UU no 26/2000 tentang Pengadilan HAM dan UU no 39 tahun 1999 tentang HAM. Perlu memberi penegasan kepada negara dan juga edukasi publik.
Negara dalam hal ini wajib memberikan perlindungan hukum kepada semua masyarakat untuk memberi rasa aman. Negara bertanggung jawab atas perlindungan HAM, sesuai pasal 281(4) UUD 45.
Penting nya perlindungan hukum terhadap semua masyarakat, menjadi landasan diterbitkannya UU no.13 tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU no 31 th 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Korban pelanggaran HAM berat yang menderita secara physik dan psikis, memiliki harkat dan martabat kehormatan, maka negara harus mengembalikan martabat korban. Oleh sebab itu lah pemerintah mengeluarkan aturan perundang undangan, yaitu UU no 31/2014 tentang Perlindungan saksi dan korban, PP no 2 tahun 2002 tentang tatacara perlindungan korban pelanggaran HAM, PP no 7 tahun 2018 tentang pemberian bantuan kompensasi, rehabilitasi, dan restitusi bagi saksi dan korban.
Demi kemanusiaan yang adil dan beradab, dibentuklah institusi yang melindungi HAM dan yang menuntut hak hak korban. Meski sistem peradilan pidana di Indonesia menganut prinsip dominus litis yaitu hak monopoli negara. Dalam hal ini kepentingan korban sering terabaikan, karena lebih berorientasi kepada sistem pembalasan(Retributive system).
Rekonsiliasi pun harus terlebih dahulu dengan pengungkapan kebenaran, bahkan proses judicial nya pun harus berjalan dengan jujur yang memenuhi rasa keadilan.
Demikian sekilas ulasakn tentang penanganan peristiwa pelanggaran HAM berat. Lebih detail nya ada pada peluncuran buku ringkasan eksekutif peristiwa pelanggaran HAM berat, yang diselenggarakan oleh Tim Tindak Lanjut Penyelesaian Peristiwa Pelanggaran HAM berat yang dibentuk berdasarkan hasil keputusan Sidang Paripurna Komnas HAM.**DAD/DEDE SALIMAN