Mediatindak.com - Setiap
profesi memiliki cerita dan pengalaman masing-masing. Ada yang menyenangkan ada
juga yang menyengsarakan. Seperti
profesi saya saat ini saya ikut mencoba untuk menagih di
salahsatu koperasi yang gulung tikar sebut saja BKPT Ciawi tasikmalaya, yang
paling sulit sekaligus membekas dalam benak saya.
Saya ikut menagih di koperasi BKPT ini,
awalnya terdorong dari keluhan nasabah yang punya uang di BKPT yang di dominasi
oleh lembaga pendidikan Dasar (SD), jujur saja disamping ikut membantu
menyelesaikan masalah BKPT mudah-mudahan akan menambah penghasilan juga buat
saya, dan akhirnya terbentuk GPK (Gerakan Pencari Keadailan) dan selanjutnya
terbentuk tim penyelesai BKPT.
Melihat data Nasabah Debitur BKPT pikiran
saya “wah ini sepertinya gampang untuk ditagih karena hampir semua debitur di
dominasi oleh para guru, tapi setelah dilaksanakan ternyata enteng-enteng
bangga”. Karena data para debitur yang diberi dari pengurus BKPT tidak akurat
alias amburadul.
Profesi menjadi tukang tagih utang di sebuah koperasi yang bangkrut merupakan profesi yang sulit
dan tidak mengenakkan. Kerjanya berat, harus pergi ke rumah nasabah tak peduli
terik dan hujan. Apalagi jika rumah si nasabah alamatnya yang tidak jelas, meskipun para nasabah atau
debitur di dominasi instansi pendidikan tapi kalau melihat alamat yang tidak
jelas cukup sulit untuk di temukan, hampir berhari-hari bahkan berminggu-minggu
untuk mendapatkan alamat nasabah atau dibitur tersebut karena harus tanya
sana-sini.
Setelah ditemukan data debitur, ternyata oh
ternyata datanya banyak yang ngawur tidak sesuai dengan lembaran kertas yang
dibawa, yang isinya data jumlah piutang nasabah tersebut, ada yang sudah lunas,
ada yang pembayarannya dilimpahkan, ada yang datanya tidak sesuai, tetapi ada
sebagian juga yang mengakui hutangnya, mungkin disinilah perlu kesabaran
sebagai profesi tukang tagih.
Apalagi kalau menemukan data nasabah yang
alamatnya jauh, Vixion saya sampai kehausan minta diisi bensin. Maklum, profesi nagih utang ini tidak ada BOP atau uang bensin. Pas
sampai di rumah nasabah, bukan dapat uang malah dapat data yang sudah lunas, sudah di limpahkan, yang mengaku
tidak punya utang, bahkan ada yang sudah meninggal, ada juga yang mengaku bahwa
nasabah masih punya uang di koperasi tersebut. sampai mendengar kisah
sedih perjalanan hidup mereka yang saya dengar.
Lebih menyebalkan lagi banyak juga orang yang salah paham dengan
profesi ini. Dikiranya kami ini adalah tukang jabel atau debt collector.
Perbedaan paling mencolok dari tukang tagih biasa dan tukang jabel adalah
tukang tagih tidak akan menggunakan kekerasan saat menagih utang dari nasabah.
Kami hanyalah fasilitas yang disediakan tim
penyelesai untuk mempermudah dan
mengingatkan nasabah yang punya
utang ke BKPT, Jadi kami hanya sebagai fasilitator yang justru membantu para
nasabah.
Namun, namanya juga masyarakat, terkadang lebih mengedepankan
emosi daripada akalnya. Pernah saya mendapatkan kata-kata yang kurang enak dikira tukang jabel. Si
nasabah yang merasa dirinya terhormat tidak terima dengan kedatangan saya ke
rumahnya. Dia anggap tindakan saya mencoreng nama baiknya dan mengira saya akan menyita barang-barangnya.
Padahal saya hanya mengingatkan seandainya nasabah tidak
merasa punya utang apa susahnya tinggal bikin surat pernyataan.
Kalau memang tidak mau ditagih ke rumah berkali-kali kenapa bikin janji inilah itulah, disuruh bikin pernyataan tidak
mau. Kalau memang merasa
tidak punya utang apa susahnya bikin pernyataan, dan kalaupun punya utang
mengapa bikin janji minggu depan, bulan depan nunggu sertifikasi, nunggu rumah
laku wah banyak alasan pokonya.
Ada juga tipe nasabah yang hanya mengumbar janji-janji. “Nunggu rumah laku pak, pasti
saya lunasi” setiap kali dikunjungi pasti itu kata-kata andalannya. Setelah
saya datang berkali-kali dan ternyata rumahnya
sudah mulai di kosongkan, terdengar lagi kata-kata nasabah itu “tunggu cep insyaallah besok” dan itulah
kata-kata andalannya, dan pada akhirnya saya dengar uang tersebut sudah di
bayar ke pihak ke tiga, saya sempat kaget dan kecewa ada apa ini?, tapi ini masih dalam proses, saya bersama rekan pasti
akan nelusuri hal tersebut untuk bisa di selesaikan, karena kalau tidak ada titik
temu saya yang dirugikan sudah berkali-kali datang dengan tenaga, pikiran
materi bukannya untung malah buntung.
Ada juga nasabah yang memang benar-benar mengakui. Awalnya nasabah ini rutin membayar
cicilan, tak pernah telat setiap bulan selalu datang sendiri ke kantor, tapi kenapa ada tagihan dalam data saya, apakah ini
kesalahan pengurus, ataukah mereka memang sudah lunas, ataukah hanya mengelak
tidak mau bayar, ternyata datanya amburadul. pengakuan nasabah katanya “saya bayar tiap bulan dipotong gajih bahkan
kalau hitung-hitungan BKPT yang harus mengembalikan uang pada saya, namun
sayang itulah mungkin kesalahan saya yang terlalu percaya kepada BKPT sehingga
tidak pakai tanda bukti” dan lain-lain alasannya. Nasabah seperti inilah
yang merugikan saya karena uang bensin dan uang makanpun ikut melayang karena
tidak ada uang masuk.
Selain menghadapi nasabah yang sulit sekali ditagih dan jarak
rumah nasabah yang jauh, tantangan lain yang dihadapi tukang tagih adalah
target harus mendapatkan uang nasabah. Ada
minimal tagihan yang harus didapatkan supaya uang makan bisa cair. Kalau tidak
memenuhi target, jangan harap dapat uang makan. Apalagi saat data yang ditagih tidak akurat karena
nasabahnya sudah tidak punya utang.
Sebenarnya itu juga bukan merupakan sepenuhnya kesalahan para
nasabah anggota BKPT yang punya utang ke BKPT, Sebelumnya
mereka lancar bayar tagihan, ada yang
langsung datang ke kantor BKPT, ada yang di kolektif di salah seorang guru, tapi yang disayangkan tanda buktinya banyak yang tidak ada.
ternyata oh ternyata banyak orang yang mengatakan
bahwa ini adalah kesalahan para pengurus BKPT.
Nah, dengan kondisi nasabah yang sudah tak mau membayar sama
sekali karena merasa sudah lunas pada
akhirnya yang dirugikan adalah saya pribadi. Target untuk mendapatkan tagihan tak tercapai,uang makan
tak pernah cair, gaji pokok tidak ada, buat
transport dan makan sehari-hari terpaksa
cari sampingan lain. Ditambah lagi motor Vixion saya harus ganti oli, rante kopling dan lainnya. “Di lanjut nagih rugi tidak di lanjut tanggung malah lebih
rugi.
Mungkin itulah sedikit kisah bagi
seorang tukang tagih di koperasi yang
gulung tikar, bagi kalian yang ingin melamar kerja sebagai penagih utang di
sebuah koperasi atau bank swasta, mungkin pengalaman di atas bisa jadi sedikit
referensi.
Penulis : R. Rahman Hadian