POLISI DIANTARA KEPERCAYAAN PEMERINTAH DAN KESADARAN MASYARAKAT
DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19
Oleh: Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM
Ketua Umum Asosiasi Psikologi Islam Sul-sel
Kasus COVID-19 semakin hari semakin bertambah di Indonesia ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kepatuhan masyarakat. Fenomena yang terjadi saat ini adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap virus Corona dan diikuti beberapa spekulasi seperti dikaitkan dengan konspirasi, efek dari virus yang sebenarnya tidak berbahaya, sampai keterlibatan para tenaga medis pada kasus COVID-19 ini. Hal ini dibuktikan dengan pemberitaan seperti pengambilan paksa jenazah yang terindikasi positif COVID-19 oleh pihak keluarga di beberapa rumah sakit di kota Makassar.
Kondisi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh pemberitaan di berbagai media, khususnya media sosial. Isu ini akhirnya dengan cepat berubah menjadi fakta yang sangat diyakini masyarakat.
Latar belakang pendidikan yang tergolong rendah pada lapisan masyarakat tertentu dan kurangnya edukasi dari para ahli menyebabkan masyarakat mudah mempercayai informasi tersebut. Kondisi ekonomi yang semakin terpuruk sebagai dampak dari aturan social distancing yang telah berjalan selama tiga bulan, pada akhirnya juga memaksa masyarakat untuk kembali beraktivitas normal meskipun harus mengesampingkan keyakinan mereka akan bahaya virus ini. Hal ini akhirnya berimbas pada masyarakat yang mengabaikan protokol pencegahan COVID-19. Ilusi rasa aman pun diciptakan untuk mengurangi kecemasan terhadap bahaya virus tersebut.
Sejak tanggal 1 Juni kemarin, pemerintah akhirnya mulai menerapkan pelonggaran terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ternyata dibarengi dengan penambahan pasien positif COVID-19. Kebijakan ini disebut new normal, yaitu masyarakat boleh kembali beraktivitas seperti dulu namun dengan menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. ,
Sayangnya keputusan ini tidak diimbangi dengan penerapan yang maksimal di berbagai daerah sehingga menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Penerapan new normal bagi daerah berzona hijau, tak pelak menjadi pemicu daerah berzona merah untuk “buru-buru” menerapkan kebijakan yang sama. Sekali lagi perbedaan penerapan kebijakan tersebut menimbulkan kebingungan dikalangan masyaakat. Hal ini semakin memperuncing kecurigaan masyarakat terhadap eksistensi COVID-19. Beberapa pihak bahkan ada yang berasusmi kondisi ini sengaja diciptakan untuk meraup keuntungan pihak tertentu.
Terlepas dari perdebatan tersebut, fakta di lapangan menunjukkan penambahan pasien terinfeksi COVID-19 menembus angka 1.241 per 10 juni 2020. Kenaikan ini memecahkan rekor sejak kasus Corona pertama ditemukan di Indonesia. Jumlah yang meninggal pun terus bertambah dengan signifikan, bahkan beberapa tenaga kesehatan pun tidak sedikit yang harus berkorban nyawa dalam memerangi virus ini.
Ditengah menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak kepolisian terus menunjukkan kapabilitasnya dengan menjadi mediator antara pemerintah dan masyarakat. Sebagai salah satu garda terdepan dalam penanganan COVID-19, peran kepolisian sangat vital. Aturan-aturan terkait protokol COVID-19 yang telah ditetapkan oleh pemerintah mampu diterjemahkan oleh pihak kepolisian dengan bahasa sederhana kepada masyarakat. Pengawasan peraturan tersebut pun dilakukan dengan metode-metode yang humanis. Video yang beredar terkait pemulangan paksa jenaazah yang terinfeksi COVID-19 di kota Makassar adalah contoh bagaimana pihak kepolisian tetap santun dalam bertindak. Pada video tersebut pihak kepolisian tetap menjalankan tugas untuk mengamankan jenazah tersebut meskipun pihak keluarga memaksa untuk mengambilnya.
Situasi dalam video menunjukan sikap santun dan kooperatif pihak kepolisian meskipun beberapa kali pihak keluarga terlihat bersikeras dan mengeluarkan suara beranada tinggi kepada pihak kepolisian. Contoh lain sikap mengayomi anggota polisi yaitu ketika melakukan pembubaran keramaian di beberapa wilayah seperti pasar atau tempat keramaian lainnya. Pembubaran tersebut dilakukan dengan metode persuasif yang minim dengan kontak fisik namun mampu menertibkan masyarakat. Walau bagaimanapun pada sisi yang lain kepolisian tetap memproses secara hokum bagi masyarakat yang melakukan tindak indisipliner terhadap aturan-aturan yang dilanggar.
Komunikasi resiko yang dilakukan oleh pemerintah untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan bahaya COVID-19 dengan menyajikan update jumlah yang terinfeksi dan jumlah yang meninggal melalui siaran televisi nasional hampir tidak menunjukkan efek. Masyarakat seolah mengalami kelelahan psikologis sehingga tidak lagi perduli dengan resiko-resiko tersebut. Dalam situasi ini, pihak kepolisian kembali harus turun tangan. Komunikasi resiko yang disampaikan oleh pihak kepolisian dengan terjun langsung ke lapangan ternyata bisa menjadi solusi mujarab untuk meningkatkan kembali kesadaran publik.
Penyampaian bahaya COVID-19 oleh pihak kepolisian melalui metode penyuluhan dan tatap muka ternyata lebih efektif membangun kesadaran masyarakat. Hal ini karena masyarakat menganggap pihak kepolisian adalah bagian dari mereka yang informasinya bisa sangat dipercaya. Situasi ini juga membuat pihak kepolisian lebih menonjolkan sikap dan tugas pelayanan serta mengayomi daripada tugas pengamanan dan penindakan. Semoga situasi seperti ini dapat cepat berlalu agar kehidupan normal dapat terbangun kembali.