Tasikmalaya, TINDAK--- Usai meliput kegiatan RAKERRAN Ranting Ciawi, pada Rabu (29/1/20), saya mampir ke Kantor Balai Desa Citamba yang ada dipinggir jalan. Tidak harus menanyakan dimana Kepala Desa, karena kebetulan sedang ada diruangan aula pertemuan.
Namun sang Kades yang bernama Cucu Saepudin itu, saat ditanya terlihat acuh dan seolah tak mau melayani saya sebagai tamu. Rupanya ada sesuatu yang telah terjadi dengan wartawan, sehingga semua awak media yang datang ke Desa Citamba, dicap suka meresahkan dengan memaksa minta uang.
Tak menunggu lama, saya minta dengan hormat kepada Kades Citamba untuk ngobrol diruangan kantornya. la pun mengiyakan dan mengajak duduk diruang Kantornya. Setelah memperkenalkan diri, saya pun terlibat ngobrol panjang lebar dengan Kades, Cucu Saepudin.
Kepala Desa yang baru dilantik, dan baru pertama kali masuk dilingkaran birokrasi Desa itu, setelah ditanya tentang tanggung jawab dalam menerapkan anggaran yang cukup besar, jumlah rakyat yang harus disejahterakan, jumlah kedusunan, dan luas wilayah desa, ia pun mengadu kepada saya, bahwa ia telah kedatangan Wartawan dari dua Media yang menjual paksa buku Tipikor dengan bandrol 350.000, dan ada yang memaksa minta uang untuk membayar berita.
Tapi menurut saya masih untung meminta buat buku dan iklan Desa, coba kalau mereka tahu data desa, kemudian terungkap ada borok borok birorasi desa. Mereka tidak mau diberi uang, tapi memuat Laporan lnpormasi yang menggerakkan lnspektorat, Tipikor Polres, atau Kejaksaan untuk menyelidiki dugaan Korupsi di Kantornya. Lebih ribed dan akan mengganggu jalannya roda pemerintah Desa.
Dilihat dari gestur dan mimik wajahnya, sang Kades ini sedang memendam kekecewaan dan rasa kesal kepada dua tamu yang mengaku ngaku insan Pers. Maka segala uneg unegnya dicurahkan kepada saya. la kemudian memperlihatkan barang bukti berupa Kwitansi pembelian buku Tipikor seharga 350 ribu, berikut kwitansi untuk berita Desa Citamba 150 ribu.
" sekarang situasi Desa sedang pailit, siltap belum turun, proyek DD belum cair, tiba tiba datang Wartawan memaksa minta uang, sungguh saya merasa kebobolan. Coba saja dengan bermodal buku dan koran, dan anehnya tidak mau diberi ala kadarnya, ini memaksa meminta berdasarkan yang ditulis di Kwitansi, "gerutunya kesal.
"seharusnya kalau mau menaikkan berita ijin dulu dan soal biaya profile ada kesepakatan dengan pihak desa. ini kan tanpa ijin, ujug ujug naik berita dan minta duit dengan memaksa. Kan kalau Wartawan itu harus mentaati kode etik jurnalistik, bahkan dituntut untuk profesional. Sungguh saya kesal dengan ulah mereka yang seperti itu," timpalnya lagi.
"kalau dengan bapak enak, nyambung. Saya merasa ada mitra yang membimbing, mengarahkan dan mencerdaskan. Bukan justru menjadi sosok yang tidak disukai,"pungkasnya sambil menjabat tangan sambil tersenyum puas, ,"tolong pak dimuat ya saya tunggu beritanya" tambah Cucu Saepudin mengahiri pembicaraan dengan TINDAK ***NALAKTHAK