Sekretaris DPRD H. Iing Farid Khozin |
Kabupaten Tasikmalaya tindakmedia.com Setelah selesai
melaksanakan orientasi Anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya di BPSDM Jawa Barat sampai
Kamis 14/11, Komisi I Komisi II dan III, DPRD Kabupaten Tasikmalaya berbarengan dengan menggelar
rapat kerja (raker) di masing-masing ruang rapat komisi, Jumat 15/11.
Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Golkar Moch. Arief Arseha |
Raker Komisi I dengan Sekretariat DPRD dan BKPSDM. Salah
satu yang diusulkan Komisi I adalah pemisahan pos-pos belanja. Antara belanja kesekretariatan
dan belanja kegiatan anggota dewan.
Dalam raker yang dihadiri Sekretaris DPRD H. Iing Farid
Khozin beserta Kabag dan staf Sekretariat Dewan (Setwan) itu, Komisi I
mendorong Setwan, mempertegas kembali optimalisasi kinerja dan kejelasan
dukungan untuk kegiatan-kegiatan anggota dewan (DPRD).
Moch. Arief Arseha, Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Golkar
menyebutkan, yang tertera dalam mata anggaran selama ini adalah item-item secara global saja
untuk kebutuhan belanja DPRD. Padahal di dalamnya ada kebutuhan belanja Setwan.
"Kami minta ke depan dan Kami dorong agar soal anggaran
ini lebih diperinci dan dipilah mana yang masuk ke belanja Setwan dan mana
untuk kegiatan anggota dewan. Supaya tidak berkesan bahwa belanja dewan sangat besar,
padahal secara riil di dalamnya ada pos untuk belanja Setwan, artinya dengan
cara pemisahan pos belanja ini, efektifitas dan efisiensi penggunaan
anggarannya, akan lebih terukur dan jelas. "Mana hak anggota DPRD dan mana
hak Setwan. Selama ini kan kesannya campur aduk," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi
Golkar Moch. Arief Arseha menyebutkan,
persoalan kedua yang dipertanyakan kepada Setwan adalah masalah penunjang
kegiatan-kegiatan anggota dewan seperti reses. Reses merupakan hal penting dan momen
dimana anggota dewan dapat menyapa secara langsung dan bisa menyerap aspirasi
masyarakat di dapil masing-masing.
"Terakhir tahun 2017 dan itu dipayungi oleh Peraturan
Bupati (Perbup) l, dimana kami masih bisa mengganti biaya transportasi audien
yang hadir di acara reses. Meskipun angkanya sangat minim dan dengan batas jumlah
audien yang ditentukan, maka sejak itu pula ada beban moral yang harus
ditanggung setiap anggota dewan saat reses di hadapan masyarakat, sejak Perbup
tersebut dicabut pada tahun 2017" katanya.
"Melihat di daerah lain, biaya transportasi audien
reses itu diakomodir oleh pemerintah. Mengapa kita beda? Rezim pemerintah saat
ini sejatinya bisa melahirkan kembali Perbup yang telah hilang, Ironis kata
dia, setiap pemerintah daerah kabupaten atau kota mengacu kepada Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah (PP) yang sama. Tetapi kenapa dalam aplikasinya
berbeda." Pungkasnya. (Time)